Tongkat
Tunggal Panaluan oleh semua sub suku Batak diyakini memiliki kekuatan
gaib untuk : meminta hujan, menahan hujan (manarang udan), menolak
bala, Wabah, mengobati penyakit, mencari dan menangkap pencuri,
membantu dalam peperangan dll. Ada beberapa versi mengenai kisah
terjadinya tongkat Tongkat Tunggal Panaluan yang memiliki persamaan dan
perbedaan, sehingga motif yang terdapat pada tongkat Tongkat Tunggal
Panaluan juga bervariasi. Salah satu kisahnya sebagai berikut :
sepasang
suami istri yaitu Datu Baragas Tunggal Pambarbar Na Sumurung (ahli
ukir) dan istrinya Nan Sindak Panaluan, sudah lama menikah tapi belum
dikaruniai anak. Mereka menanyakan hal tersebut kepada ahli ramal, ahli
ramal menganjurkan agar mengganti patung-patung yang ada di rumahnya
dengan yang lebih cantik. Maka pergilah Datu Baragas kehutan untuk
mencari kayu yang cocok dijadikan patung, tetapi berhari-hari lamanya
tidak ditemukan. Suatu saat ia (Baragas Tunggal) melihat di udara pohon
melayang-layang tanpa cabang, daunnya kira-kira setinggi manusia.
Baragas memohon kepada Mulajadi agar pohon tersebut diturunkan ke bumi
dan ternyata dikabulkan. Pohon tersebut turun tepat ditempat
peristirahatan (perberhentian) yang disebut Adian Naga Tolping. Baragas
mengambilnya serta mulai mengukir sehingga berbentuk seorang gadis
disebut Jonjong Anian. Setelah selesai, ia bermaksud membawa pulang,
tetapi tidak dapat diangkatnya.
Beberapa
hari kemudian saudagar kain dan perhiasan lewat lalu beristirahat
ditempat tersebut. Saudagar melihat betapa cantiknya patung tersebut
bila dikenakan pakaian dan perhiasan lengkap. Ia kemudian mengenakan
pakaian, selendang, kerabu, kalung, gelang dan kancing emas. Ketika
hendak pulang barang-barang tersebut tidak dapat dibuka walau dengan
cara apapun. Lalu ia pulang dengan hati yang sangat kesal. Tersiarlah
berita sampai keseluruh negeri dan sampai pada dukun Nasumurung Datu
Pangabang-abang Pangubung-ubung yaitu dukun yang dapat menghidupkan
kembali yang mati atau menyegarkan yang busuk. Sang dukun pergi
ketempat patung tersebut dengan membawa obat berkhasiat, lalu
meneteskannya ke mata patung, matanya langsung berkedip, ditetskan
kehidung terus bersin, diteteskan ke bibir sehingga komat-kamit,
diteteskan ke mulut terus dapat berbicara, ke telinga lalu mendengar,
kepersendian, pergelangan tangan maupun kaki sehingga dapat bergerak
dan berjalan sehingga patung tersebut menjadi seorang gadis cantik
jelita, diberi nama siboru Jonjong Anian Siboru Tibal Tudosan.
Datu
Nasumurung membangun rumah untuk tempatnya bertenun yang dikawal
harimau, babi dan anjing, tangga rumahnya dibuat dari pisau-pisau yang
tajam. Banyak pemuda yang simpati padanya tapi untuk bertemupun tidak
bisa, namun seorang pemuda berhasil memikat hatinya yang bernama Guru
Tatea Bulan dan sepakat untuk melaksanakan perkawinan. Berita itu
tersebar luas diseluruh negeri dan sampai kepada Baragas (sipembuat
patung), lalu mendatangi datu Pangabang-abang yang menanyakan hal itu.
Terjadilah perselisihan antara sipembuat patung (pengukir), datu yang
menghidupkan dan saudagar yang masing-masing mengatakan bahwa siboru
Jonjong Anian adalah putrinya.
Perselisihan
itu ditengahi oleh Si Raja Bahir-bahir (seorang penyumpit) yang
menyatakan : Baragas (pengukir) pantas menjadi ayahnya, saudagar
menjadi pamannya dan datu Pangabang-abang menjadi kakeknya. Pendapat
itu disetujui dan perkawinanpun dilaksanakan. Beberapa lama kemudian,
Siboru Jonjong Anian mulai mengandung (hamil). Selama hamil Guru Tatea
Bulan senantiasa memenuhi permintaannya agar kelak tidak menjadi
staknasi (halangan), walaupun permintaan tersebut terasa aneh, mis :
meminta hati elang, nangka, pisang, ikan lumba-lumba, ayam jantan, dll.
Ternyata kehamilannya diluar kebiasaan yaitu selama 12 bulan, setelah
lahir ternyata kembar dua (marporhas), laki-laki dan perempuan, Guru
Tatea Bulan melaksanakan pesta pemberian nama (martutu aek). Yang
laki-laki dinamai Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan adiknya si
Tapi Nauasan Siboru Panaluan.