Kalau kita berbicara tentang kematian, secara tidak
langsung itulah yang ditunggu-tunggu manusia yang sadar bahwa tanpa
kematian tidak ada proses pada kehidupan yang kekal dan abadi. Kematian
itu adalah proses alami yang harus berlaku bagi setiap manusia yang
beragama (menurut kepercayaan), dan khususnya Dalihan Natolu, mempunyai
arti tersendiri sehingga tidak lepas dari bagian Adat dan Budaya Batak.
Dalam
hal ini kita dapat mengamati pada acara dan Upacara yang berlaku di
masyarakat Dalihan Natolu khususnya di Jabotabek dalam segala usia dan
menurut kebiasaan yang dilakukan. Oleh karena itu perlu kita ajukan
suatu acuan pedoman yang diharapkan dapat menjadi tuntunan bagi
masyarakat Dalihan Natolu dalam pelaksanaan Adat kematian dimasa
mendatang.
Kita dapat membedakan Adat Kematian dalam masyarakat Dalihan Natolu berdasarkan agama (dapat dijelaskan secara singkat).
Macam atau Ragam Adat bagi warga yang meninggal dunia
TILAHA : Kematian bagi warga Dalihan Natolu berkeluarga yang biasa disebut NAPOSO dalam hal ini perlakuan.
PONGGOL ULU (SUAMI)
: Kematian yang diakibatkan si suami lebih dahulu meninggal dunia
daripada si istri, dalam hal ini usia muda dan belum punya cucu atau
belum punya keturunan.
MATOMPAS TATARING (ISTRI)
: Kematian yang diakibatkan si istri lebih dahulu meninggal daripada si
suami, dalam hal ini usia muda dan belum punya cucu atau belum punya
keturunan.
SAUR MATUA
: Kematian yang diakibatkan meninggalnya salah satu dari suami/istri
yang sudah mempunyai cucu dan semua anak-anaknya sudah berkeluarga.
MATUA BULUNG
: Kematian yang diakibatkan meninggalnya salah satu dari suami/istri
yang telah mempunyai cucu bahkan sudah mempunyai cicit atau disebut
Nini/Nono dengan lanjut usia.
Nini : Disebut keturunan dari anak laki-laki
Nono : Disebut keturunan dari anak perempuan
Bagaimanakah
hubungannya kematian tersebut dengan Adat Dalihan Natolu, dalam hal ini
lebih dahulu kita harus mengetahui yang meninggal termasuk golongan
mana dari Ragam kematian tersebut diatas untuk menempatkan Adat juga
hubungannya dengan Ulos.
Dalihan Natolu mempunyai 3 hal yang berhubungan dengan Ulos
Pemberian ULOS SAPUT
Ulos
ini diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda perpisahan.
Siapakah yang berhak memberikan SAPUT tersebut, dalam hal ini perlu kita
mempunyai satu persepsi untuk masa yang akan datang karena hal ini
banyak berbeda pendapat menurut lingkungannya masing-masing, misalnya
HULA-HULA/TULANG.
Pemberian ULOS TUJUNG
Dalam hal ini semua dapat menyetujui dari pihak HULA-HULA
Pemberian ULOS HOLONG
Dari
semua pihak Hula-hula, Tulang Rerobot bahkan Bona ni Ari termasuk dari
Hula-hula ni Anak Manjae/Hula-hula ni na Marhaha Maranggi, berhak
memberikan kepada Keluarga yang meninggal.
Bagaimanakah
hubungannya dengan Adat Dalihan Natolu diluar Ulos tersebut yang
mempunyai harga diri (dalam Pesta Adat). Dalam hal ini terjadilah
beberapa pelaksanaan setelah adanya Musyawarah atau lazim disebut RIA
RAJA oleh beberapa Dalian Natolu disebut Boanna. Boan ini (yang dipotong
pada hari Hnya) terdiri dari beberapa macam :
Misalnya :
Babi/Kambing, disebut Siparmiak-miak
Sapi, disebut Lombu Sitio-tio
Kerbau, disebut Gajah Toba
Sesuai dengan Adat Dalihan Natolu tingkatan daripada Boan tersebut disesuaikan dengan Parjambaron.
Fungsi Dalihan Natolu menggunakan istilah Adat :
Pangarapotan :
Adalah suatu penghormatan kepada yang meninggal yang mempunyai gelar
Sari Matua dan lain-lain sebelum acara besarnya dan penguburannya atau
dihalaman (bilamana memungkinkan). Dalam hal ini suhut dapat meminta
tumpak (bantuan) secara resmi dari family yang tergabung dalam Dalihan
Natolu disebut Tumpak di Alaman.
Partuatna :
hari yang dianggap menyelesaikan Adat kepada seluruh halayat Dalihan
Natolu yang mempunyai hubunngan berdasarkan adat. Pada waktu pelaksanaan
ini pulu Suhut akan memberikan Piso-piso/stuak Natonggi kepada kelompok
Hula-hula/Tulang yang mana memberikan Ulos tersebut diatas kepada yang
meninggal dan keluarga dan pemberian uang ini oleh keluarga tanda
kasihnya.. Juga pada waktu bersamaan ini pula dibagikan jambar-jambar
sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan azas musyawarah sebelumnya,
setelah itu dilaksanakanlah upacara adat mandokon hata dari
masing-masing pihak sesuai dengan urutan-urutan secara tertulis. Setelah
selesai, bagi orang Kristen diserahkan kepada Gereja (Huria) untuk
seterusnya dikuburkan.