Nantinjo
adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh
bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke
tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan
perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga
Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo. Kita
dapat berbicara langsung dengan Nantinjo melalui Nai Hotni Boru Sagala
yang tinggal di Cianjur Jawa Barat yang menjadi tempat masuknya Roh
Nantinjo (Hasorangan). Tujuan Nantinjo kembali kedunia adalah untuk
mengobati, membantu orang yang meminta pertolongan terlebih keturunan
dari Bapak dan Ibunya serta meluruskan sejarah asal mula keturunan dari
keluarganya dan mempersatukan kembali keturunan Bapaknya Guru Tatea
Bulan/Sibaso Bolon.
Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang
cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempuma,
dikatakan wanita bukan, pria juga bukan.Pada saat umurnya sepuluh tahun
kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal
kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya.
Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal
dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala
Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi
dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor
dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya,
dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.
Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda
keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus
bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya.
Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang
dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang
dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh
anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati
Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah
dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima
Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat
penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah
pergi merantau entah kemana.
Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada
saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap
bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan
berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan
jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar
penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan
jalan keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau
Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis
hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada
sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? Namun pertanyaan abangnya
itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin
keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya
dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat
hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang
kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala penderitaannya dan
menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan
abangnya Limbong Mulana kepadanya.
Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya“Sibaso
Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu
mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”. Sambil
membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong
Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan
janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya
Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal
.Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan
bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya
bertenun walaupun abangnya miskin .
Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah
mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja.
Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan
teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan
pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya
maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari
perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin
menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan
pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang
tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak,
orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka
bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.
Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut
akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud
untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah
mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua
abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga,
untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.
Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama
yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa
Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya
lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam
rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia
bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu?
Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan
dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah
tangga. Dengan alasan Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih
dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap
untuk berumah tangga.
Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan
jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk
menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar
paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi,
dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana.
Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan
dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang
sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya
Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat
menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.
Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang
sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak
sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak
karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon
suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan
apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.
Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan
untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan
kepada abangnya: “Saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak
laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang
ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo
ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu,
bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat
kami penuhi.
Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki
kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak
laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa
persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit
satu perahu.
Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu
keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut
kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya
“sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon
suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu
disaksikan ketiga abang -abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya
calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang
tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat
ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu
menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan
kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang
lebar.
Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya
satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang
saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang
bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu
perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku
tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang:
”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu
kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong
tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan
Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”
Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji
akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya
dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon
suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak
dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon
suaminya nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak
menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya
Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu
cerita kepada semua abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya,
mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serta Limbong
Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati
yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang
pada putrimu ini? kalau lbubenar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan
hati putrimu ini yang pal ing dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga
sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban
demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu
dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang
Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan
ibu”. Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya
pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan
yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo.
Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan
Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau
toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang
menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.
Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan
ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya
diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan
tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata
Nantinjo sudah tenggelam ke dasar danau toba.
Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas
Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan
harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya
sepanjang pantai namun tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis
tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad
adik yang disayanginya dapat ditemukan.
Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu
Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu.
Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu
tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu
akan muncul kembali berupa pulau.“ Inilah sebagai pertanda bagi
keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu,
tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang“.
Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu
adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan
oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo
serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia
beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi
pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama
pulau itu“PulauMalau”.