Bangsa Israel kuno terdiri dari 12 suku. Setelah raja Salomo wafat, negara Israel
pecah menjadi dua bagian. Bagian Selatan terdiri dari dua suku yaitu
Yehuda dan Benjamin yang kemudian dikenal dengan nama Yahudi. Kerajaan
ini disebut Juda, ibukotanya Yerusalem, dan daerahnya dinamai Yudea.
Bagian Utara terdiri dari 10 suku, disebut sebagai orang Samaria. Dalam perjalanan sejarah, kedua belas suku tsb kehilangan identitas kesukuan mereka.
Kerajaan Samaria tidak lama bertahan sebagai sebuah negara dan hilang dari sejarah. Konon ketika penaklukan bangsa Assyria, banyak orang Samaria
yang ditawan dan dibawa ke sebelah selatan laut Hitam sebagai budak.
Sebahagian lari meninggalkan negaranya untuk menghindari perbudakan.
Sementara itu Kerajaan Juda tetap exist hingga kedatangan bangsa Romawi.
Setelah
pemusnahan Yerusalem pada tahun 0070 oleh bala tentara Romawi yang
dipimpin oleh jenderal Titus, orang-orang Juda pun banyak yang
meninggalkan negerinya dan menetap di negara lain, terserak diseluruh
dunia.
Jauh sebelum itu, ketika masa pembuangan ke Babilon berakhir dan orang2 Israel
diijinkan kembali ke negerinya, ada kelompok-kelompok kecil yang
memilih tidak pulang tetapi meneruskan petualangan kearah Timur.
Demikian
juga dengan mereka yang diperbudak di selatan laut Hitam, setelah masa
pebudakan selesai, tidak diketahui kemana mereka pergi melanjutkan
hidup.
Dengan demikian banyak diantara bangsa Israel kuno kemudian kehilangan identitas mereka sebagai orang Yahudi.
Ada
sekelompok penduduk di daerah Tiongkok barat, diterima sebagai puak
Cina, tetapi secara umum profil wajah mereka agak berbeda dengan
penduduk Cina pada umumnya. Perawakan mereka lebih besar, hidung agak
mancung, namun berkulit kuning dan bermata sipit. Mereka menyembah Allah
yang bernama Yahwe. Sangat mungkin mereka adalah keturunan Yahudi yang
sudah kawin mawin dengan penduduk lokal sehingga kulit dan mata menjadi
seperti penduduk asli.
Saya percaya banyak diantara para pembaca yang mengetahui bahwa di negeri Israel ada sekelompok kecil orang Israel yang berkulit hitam. Mereka adalah suku Falasha, yang sebelum berimigrasi ke Israel
hidup di Etiopia selama ratusan generasi. Fisik mereka persis seperti
Negro dengan segala spesifikasinya yaitu kulit hitam legam, bibir tebal,
rambut keriting habis, dll.
Mereka
mengklaim diri mereka sebagai keturunan Yahudi, dan dengan bukti-bukti
yang dimiliki, mereka mampu memenuhi seluruh kriteria yang dituntut oleh
Pemerintah Israel
yang merupakan syarat mutlak supaya diakui sebagai Yahudi perantauan.
Setelah memperoleh pengakuan sebagai keturunan Yahudi, sebahagian dari
mereka kembali ke Tanah Perjanjian sekitar 15 tahun lalu dengan
transportasi yang disediakan oleh Pemerintah Israel. Itulah sebabnya mengapa ada Israel hitam.
Mereka menjadi seperti orang Negro karena intermarriage dengan perempuan-perempuan lokal sejak kakek moyang mereka pergi ke Ethiopia.
Kita tahu bahwa bahwa Ethiopia
adalah salah satu negara yang penduduknya mayoritas Kristen yang paling
tua didunia. Ingat sida-sida yang dibaptis oleh Filipus dalam Kisah
8:26-40. Bahkan sebelum era Kekristenan pun sudah ada penganut Yudaisme
disana.
Walaupun
banyak yang kembali, sebahagian lagi tetap memilih menetap di negeri
itu, dan merekalah yang menjaga dan memelihara Tabut Perjanjian yang
konon ada disana.
Apakah ada diantara para pembaca yang pernah mendengar selentingan bahwa etnik Batak, adalah juga keturunan bangsa Israel
kuno? Mungkin saja tidak, karena orang-orang Batak sendiri banyak yang
tidak mengetahuinya, kecuali segelintir yang memberikan perhatian
terhadap hal ini.
Seperti
yang diungkapkan oleh seorang anthropolog dan juga pendeta dari
Belanda, profesor Van Berben, dan diperkuat oleh prof Ihromi, guru besar
di UI (Universitas Indonesia), bahwa tradisi etnik Tapanuli (Toba) yang
menjadi cikal bakal dari 4 sub etnik Batak (Karo, Simalungun, Pakpak,
Mandailing) sangat mirip dengan tradisi bangsa Israel kuno.
Pendapat itu didasarkan atas alasan yang kuat setelah membandingkan tradisi orang Tapanuli dengan catatan-catatan tradisi Israel
dalam Alkitab yang terdapat pada sebahagian besar kitab Perjanjian
Lama, dan juga dengan catatan-catatan sejarah budaya lainnya diluar
Alkitab.
Beberapa peneliti dari etnis Tapanuli juga yakin bahwa Batak adalah keturunan Israel yang sudah lama terpisah dari induk bangsanya, tapi karena intermarriage dengan penduduk lokal ditempat mana mereka bermukim membuat orang Batak secara fisik menjadi seperti orang Melayu.
Seorang Batak Tapanuli, yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Israel
dan menjadi warga negara, berusaha mengumpulkan data-data untuk
pembuktian. Setelah merasa sudah cukup, dia mengajukannya ke pemerintah Israel yang waktu itu masih dipimpin oleh PM Yitzak Rabin (?).
Tetapi tenyata data tsb belum bisa memenuhi seluruh kriteria. Pemerintah Israel kemudian meminta agar kekurangannya dicari hingga dapat mencapai 100 persen supaya pengakuan atas etnis Batak sebagai orang Israel diperantauan dapat diberi.
Konon kekurangan itu terutama terletak pada silsilah yang banyak missing links-nya, dan menelusuri silsilah itu agar sempurna sama sulitnya dengan menyelam ke perut bumi.
Jika
saudara pergi Taman Mini Indonesia di Jakarta dan singgah di rumah
tradisi Toba (Tapanuli), disana akan ditemukan silsilah tsb.
Peneliti berharap suatu waktu pada masa depan, Pemerintah Israel bisa saja mengubah kriterianya dengan menjadi lebih lunak dan etnik Batak diterima sebagai bahagian yang terpisah dari mereka.
Setelah
mendengar selentingan itu, saya benar-benar menaruh minat untuk
menyelidiki sejauh mana budaya suku Batak dapat memberi bukti
similaritasnya dengan tradisi Israel kuno. Alkitab adalah buku yang prominent dan sangat layak serta absah sebagai kitab pedoman untuk mencari data budaya Israel kuno yang menyatu dengan unsur sejarah dan spiritual.
Beberapa diantara kesamaan tradisi Batak (Toba) dengan tradisi Israel kuno adalah sbb.
1). Pemeliharaan silsilah.
Semua
orang Tapanuli, terutama laki-laki, dituntut harus mengetahui garis
silsilahnya. Demikian pentingnya silsilah, sehingga siapa yang tidak
mengetahui garis keturunan kakek moyangnya hingga pada dirinya dianggap na lilu - tidak tahu asal-usul - yang merupakan cacat kepribadian yang besar.
Bangsa Israel
kuno juga memandang silsilah sebagai sesuatu yang sangat penting.
Alkitab, sejak Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru sangat banyak
memuat silsilah, terutama silsilah dari mereka yang menjadi figur
penting, termasuk silsilah Yesus Kristus yang ditelusuri dari pihak
ibuNya (Maria) dan pihak bapak angkatNya (Yusuf).
2). Perkawinan yang ber-pariban.
Ada
perkawinan antar sepupu yang diijinkan oleh masyarakat Batak, tapi
tidak sembarang hubungan sepupu. Hubungan sepupu yang diijinkan untuk
suami-istri hanya satu bentuk, disebut marpariban.
Cukup report menerangkan hal ini dalam bahasa Indonesia karena bahasa
ini tidak cukup kaya mengakomodasi sebutan hubungan perkerabatan dalam
bahasa Batak.
Yang menjadi pariban bagi laki-laki ialah boru ni tulang atau anak perempuan dari saudara laki-laki ibu. Sedangkan yang menjadi pariban bagi seorang gadis ialah anak ni namboru atau anak laki-laki dari saudara perempuan bapa.
Hanya
hubungan sepupu yang seperti itu yang boleh menjadi suami-isteri.
Karena suku Batak penganut patriarch yang murni, ini adalah perkawinan
ulang dari kedua belah pihak yang sebelumnya sudah terjalin dengan
perkawinan.
Mari kita bandingkan dengan Alkitab. Pada kitab Kejadian, Yakub menikah dengan paribannya, anak perempuan Laban yaitu Lea dan Rahel. Laban adalah tulang dari Yakub. (Saudara laki-laki dari Ribka, ibu dari Yakub). Didunia ini sepanjang yang diketahui hanya orang Israel kuno dan orang Batak yang sekarang memegang tradisi hubungan perkawinan seperti itu.
3). Pola alam semesta.
Orang Batak membagi tiga besar pola alam semesta, yaitu banua ginjang (alam sorgawi), banua tonga (alam dimensi kita), dan banua toru (alam maut).
Bangsa Israel kuno juga membagi alam dengan pola yang sama.
4). Kredibilitas.
Sebelum
terkontaminasi dengan racun-racun pikiran jaman modern, setiap orang
Batak, terutama orang tua, cukup menitipkan sebuah tempat sirih (salapa atau gajut), ataupun sehelai ulos,
sebatang tongkat, atau apa yang ada pada dirinya sebagai surat jaminan
hutang pada pihak yang mempiutangkan, ataupun jaminan janji pada orang
yang diberi janji.
Walaupun
nilai ekonomis barang jaminan bisa saja sangat rendah tetapi barang tsb
adalah manifestasi dari martabat penitip, dan harus menebusnya suatu
hari dengan merelealisasikan pembayaran hutang ataupun janjinya.
Budaya Israel kuno juga demikian. Lihat saja Yehuda yang menitipkan tongkat kepada Tamar sebagai jaminan janji (Kej. 38).
5). Hierarki dalam pertalian semarga.
Dalam
budaya Batak, jika seorang perempuan menjadi janda, maka laki-laki yang
paling pantas untuk menikahinya ialah dari garis keturunan terdekat
dari mendiang suaminya. Ini dimaksudkan agar keturunan perempuan tsb
dari suami yang pertama tetap linear dengan garis keturunan dari suami
yang kedua.
Misalnya, seorang janda dari Simanjuntak sepatutnya menikah lagi adik laki-laki mendiang (bandingkan dengan Rut 1:11).
Jika
tidak ada adik laki-laki kandung, sebaiknya menikah dengan saudara
sepupu pertama dari mendiang yang dalam garis silsilah tergolong adik.
Jika tidak ada sepupu pertama, dicari lagi sepupu kedua. Demikian
seterusnya urut-urutannya.
Hal semacam ini diringkaskan dalam ungkapan orang Batak :
“Mardakka do salohot, marnata do na sumolhot. Marbona do sakkalan, marnampuna do ugasan”.
Dalam tradisi Israel
kuno, kita dapat membaca kisah janda Rut dan Boas. Boas masih satu
marga dengan mendiang suami Rut, Kilyon. Boas ingin menikahi Rut, tapi
ditinjau dari kedekatannya menurut garis silsilah, Boas bukan pihak yang
paling berhak. Oleh sebab itu dia mengumpulkan semua kerabat yang
paling dekat dari mendiang suami Rut, dan mengutarakan maksudnya. Dia
akan mengurungkan niatnya jika ada salah satu diantara mereka yang mau
menggunakan hak adat-nya, mulai dari pihak yang paling dekat hubungan
keluarganya hingga yang paling jauh sebelum tiba pada urutan Boas
sendiri.
Ya, mardakka do salohot, marnata do na sumolhot. (Baca kitab Rut).
6). Vulgarisme.
Setiap
orang dapat marah. Tetapi caci maki dalam kemarahan berbeda-beda pada
tiap-tiap etnik. Orang Amerika terkenal dengan serapah: son of a bitch,
bastard, idiot, dll yang tidak patut disebut disini. Suku-suku di Indonesia ini umumnya mengeluarkan makian dengan serapah : anjing, babi, sapi, kurang ajar, dll.
Pada
suku Batak makian seperti itu juga ada, tetapi ada satu yang spesifik.
Dalam sumpah serapahnya seorang Batak tak jarang memungut sehelai daun,
atau ranting kecil, atau apa saja yang dapat diremuk dengan mudah. Maka
sambil merobek daun atau mematahkan ranting yang dipungut/dicabik dari
pohon dia mengeluarkan sumpah serapahnya:, ,Sai diripashon Debata ma au songon on molo so hudege, hubasbas, huripashon ho annon !!!”. Terjemahannya kira-kira begini:,,Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku kalau kamu tidak kuinjak, kulibas, kuhabisi !!!”.
Robeknya daun atau patahnya ranting dimaksudkan sebagai simbol kehancuran seterunya.
Orang-orang Israel
kuno juga sangat terbiasa dengan sumpah serapah yang melibatkan Tuhan
didalamnya. Vulgarisme seperti ini terdapat banyak dalam kitab
Perjanjian Lama, diantaranya serapah Daud pada Nabal. (1 Sam. 25,
perhatikan ayat 22 yang persis sama dengan sumpah serapah orang Batak).
7). Nuh dan bukit Ararat.
Ada
beberapa etnik didunia ini yang mempunyai kisah banjir besar yang mirip
dengan air bah dijaman Nuh. Tiap etnik berbeda alur ceritanya tetapi
polanya serupa. Etnik Tapanuli juga punya kisah tentang air bah, tentu
saja formatnya berbeda dengan kisah Alkitab. Apabila orang-orang yang
sudah uzur ditanya tentang asal-usul suku Batak, mereka akan
menceritakan mitos turun temurun yang mengisahkan kakek moyang orang
Batak diyakini mapultak sian bulu di puncak bukit Pusuk Buhit.
Pusuk
Buhit adalah sebuah gunung tunggal yang tertinggi di Tapanuli Utara,
dipinggiran danau Toba. Pusuk Buhit sendiri artinya adalah puncak
gunung.
Pusuk
Buhit tidak ditumbuhi pohon, jelasnya tidak ada bambu disana. Yang ada
hanya tumbuhan perdu, ilalang, dan rumput gunung. Bambu – dari mana
kakek moyang keluar – menurut nalar mendarat di puncak gunung itu dan
mereka keluar dari dalamnya setelah bambunya meledak hancur.
Mengapa
ada bambu pada puncak Pusuk Buhit yang tandus dan terjal? Tentu saja
karena genangan air yang mengapungkannya, yang tak lain adalah banjir
besar.
Dapat
dipahami mengapa jalan cerita menjadi seperti itu, karena setelah
ribuan tahun terpisah dari induk bangsanya, narasi jadi berbeda. Bahtera
Nuh berubah menjadi sebentuk perahu bambu berbentuk pipa yang kedua
ujungnya ditutup, dan Bukit Ararat berubah menjadi Pusuk Buhit.
8). Eksumasi (Pemindahan tulang belulang).
Jika
Pemerintah mengubah fungsi lahan pekuburan, wajar jika tulang-belulang
para almarhum/ah dipindahkan oleh pihak keluarga yang terkait. Alasan
ini sangat praktis.
Bagi
orang Tapanuli, penggalian tulang belulang (eksumasi) dari kerabat yang
masih satu dalam garis silsilah dan dikuburkan didaerah lain adalah
praktek yang sangat umum hingga sekarang. Sering alasannya hanya untuk
kepuasan batin belaka walaupun biayanya sangat mahal karena termasuk
dalam kategori perhelatan besar.
Pada bangsa Israel
kuno hal semacam adalah kebiasaan umum. Sejarah sekuler menuturkan
bahwa tulang belulang Yusuf dibawa dari Mesir ketika bangsa ini keluar
dari sana.
Juga dalam kitab lain dalam Perjanjian Lama, sekelompok masyarakat
berniat memindahkan tulang belulang dari satu pekuburan (walaupun
kemudian dihalangi oleh seorang nabi).
9). Peratap.
Adalah
wajar bagi jika satu keluarga menangis disekeliling anggota keluarga /
kerabat yang meninggal dan terbujur kaku. Mereka menangisi si mati, dan
seseorang meratapinya. Meratap berbeda dengan menangis. Meratap dalam
bahasa Tapanuli disebut mangandung. Mangandung ialah menangis sambil melantunkan bait-bait syair kematian dan syair kesedihan hati.
Karena sepenuhnya terikat dengan komponen syair-sayir maka mangandung
adalah satu bentuk seni yang menuntut keahlian. Untuk memperoleh
kepiawaian harus belajar. Bahasa yang digunakan sangat klasik, bukan
bahasa sehari-hari.
Setiap orang-tua yang pintar mangandung akan mendapat pujian dan sering diharapkan kehadirannya pada setiap ada kematian.
Di
desa-desa, terutama di daerah leluhur - Tapanuli - tidak mengherankan
kalau seseorang orang yang tidak ada hubungan keluarga dengan orang yang
meninggal, bahkan tidak dikenal oleh masyarakat setempat, namun turut mangandung disisi mayat. Masyarakat mendukung hal seperti itu. Kata-kata yang dilantukan dalam irama tangisan sangat menyentuh kalbu.
Tak jarang pihak keluarga dari si mati memberi pasinapuran (ang pao) kalau si peratap tersebut pintar, sekedar menunjukkan rasa terima kasih.
Peratap-peratap
dari luar ini sebenarnya tidak menangisi kepergian si mati yang tidak
dikenalnya itu. Alasannya untuk turut meratap adalah semata-mata
mengeluarkan kesedihan akibat kematian keluarga dekatnya sendiri pada
waktu yang lalu, dan juga yang lebih spesifik yaitu mengekspresikan seni
mangandung itu.
Ini sangat jelas dari ungkapan pertama sebelum melanjutkan andung-andungnya :,,Da disungguli ho ma sidangolonhi tu sibokka nahinan” Sibokka nahinan adalah anggota keluarga sipangandung yang sudah meninggal sebelumnya. Selanjutnya dia akan lebih banyak berkisah tentang mendiang familinya itu.
Bagamana dengan bangsa Israel?
Dari sejarah diketahui bahwa ketika Yusuf (perdana menteri Mesir) meninggal, sanak keluarganya membayar para peratap untuk mangandung. Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berkali-kali mencatat kata-kata ratapan, meratap, peratap.
Kitab Ratapan yang ditulis oleh raja Salomo, dalam praktek Israel kuno adalah syair-syair yang dilantunkan sambil mangandung, kendati bukan pada acara kematian.
10). Hierarki pada tubuh.
Dalam
budaya Batak, kepala adalah anggota tubuh yang paling tinggi
martabatnya. Menyentuh kepala seseorang dengan tidak disertai permintaan
maaf yang sungguh-sungguh, bisa berakibat parah. Sebaliknya anggota
tubuh yang paling rendah derajatnya ialah telapak kaki. Adalah
penghinaan besar jika seseorang berkata kepada seseorang lain:,,Ditoru ni palak ni pathon do
ho = Kau ada dibawah telapak kakiku ini”, sambil mengangkat kaki
memperlihatkan telapak kakinya pada seteru. Penghinaan seperti ini hanya
dilontarkan oleh seseorang yang amarahnya sudah memuncak dan sudah siap
berkelahi.
Pada zaman dulu, dalam setiap pertemuan, telapak kaki selalu diusahakan tidak nampak ketika duduk bersila.
Pada
bangsa2 Semitik tertentu di Timur Tengah, tradisi semacam ini masih
tetap dijaga hingga sekarang karena memperlihatkan telapak kaki pada
orang lain adalah pelanggaran etika yang berat, karena telapak kaki
tetap dianggap anggota tubuh yang paling hina derajatnya.
11). Tangan kanan dan sisi kanan.
Dalam budaya Tapanuli, sisi kanan dan tangan kanan berbeda tingkat kehormatannya dengan sisi kiri dan tangan kiri.
Jangan
sekali-kali berinteraksi dengan orang lain melalui tangan kiri jika
tidak karena terpaksa. Itupun harus disertai ucapan maaf. Dalam Alkitab
banyak tercatat aktivitas sisi ‘kanan’ yang melambangkan penghormatan
atau kehormatan.
Yusuf
sang perdana menteri Mesir memprotes ayahnya Yakub yang menyilangkan
tangannya ketika memberkati Manasye dan Efraim (baca Kejadian 48).
Rasul Paulus dalam salah satu suratnya menyiratkan hierarki anggota tubuh ini.
Juga baca Pengkhotbah 10:2, Mzm 16:8, Mat 25:33, 26:64 Mrk 14:62, Kis 7:55-56, 1Pet 3:22, dll.
12). Anak sulung.
Dalam
hierarki keluarga, posisi tertinggi diantara seluruh keturunan
bapak/ibu ialah anak sulung. Ia selalu dikedepankan dalam memecahkan
berbagai masalah, juga sebagai panutan bagi semua adik-adiknya. Jika
ayah (sudah) meninggal, maka anak sulung yang sudah dewasa akan
mengganti posisi sang ayah dalam hal tanggung jawab terhadap seluruh
anggota keluarga seperti yang diungkapkan dalam umpasa : Pitu batu martindi-tindi, alai sada do sitaon na dokdok. Sitaon na dokdok itu adalah si anak sulung.
Tanggung jawab itulah yang membuat dia besar, memberi karisma dan wibawa.
Karisma dan wibawa, itulah profil yang melekat pada anak sulung.
Alkitab ditulis dengan bahasa manusia, bangsa Israel kuno. Deskripsi tentang anak sulung pada bangsa ini sama seperti yang ada pada suku Batak yang sekarang, sehingga the term of the firstborn
(istilah anak sulung) banyak terdapat dalam kitab tersebut. (baca Kel
4:22, 34:20, 13:12 dan 15, Im 27:26, Bil 3:13, 8:17, Mzm 89:28, Yer
31:9, Hos 9:20, Rom 8:23, Luk 2:27, 11:16, 1Kor 15:20 dan 23, Kol 1:15
dan 18, Ibr 1:6, Yak 1:18, dll)
13). Gender.
Hingga
sekarang posisi perempuan dalam hubungan dengan pencatatan silsilah
selamanya tidak disertakan karena perempuan dianggap milik orang lain,
menjadi paniaran ni marga yang berbeda. Hal yang sama terjadi pada bangsa Israel kuno ; bangsa ini tidak memasukkan anak perempuan dalam silsilah keluarga. Ada
banyak silsilah dalam Alkitab, tetapi nama perempuan tidak terdapat
didalamnya kecuali jika muncul sebagai yang sangat penting seperti Rut
dan Maria (ibu Yesus).
Kalaupun
nama Dina disebut juga dalam Alkitab, itu bukan karena posisinya yang
penting tetapi hanya sebagai pelengkap nama-nama keturunan Yakub yang
kemudian menurunkan seluruh bangsa Israel.
14). Pola monoteisme.
Dalam
hampir seluruh kepercayaan animisme didunia ini, tuhan selalu jamak,
bahkan bisa berjumlah puluhan, dan masing-masing sama besar kekuasaannya
walaupun berbeda wilayah (bidang). Misalnya dewa air, dewa tanah, dewa
api, dewa angin, dewa gunung, dewi kesuburan, dewi kecantikan, dewi
keberuntungan, dll. Masing-masing juga punya isteri atau suami.
Adalah
satu hal yang patut dengan perbedaan animisme Tapanuli yang disebut
Parmalim, walaupun mereka memuja roh-roh para leluhur dan hantu-hantu,
tetapi faham ketuhanan mereka hanya mengenal monoteisme, yang mereka
sebut Mulajadi Na Bolon,
artinya Pencipta Yang Maha Besar. Seluruh penyembahan keagamaan mereka
hanya berpusat kepada Mulajadi Na Bolon yang tunggal dan tidak
beristeri.
Ini
hal yang luar biasa uniknya. Tidak ada analisis yang dapat menerangkan
itu jika tidak menghubungkannya dengan faham monoteisme Yudaisme bangsa Israel kuno yang terbawa melekat hingga sekarang, tidak lekang oleh kikisan kurun waktu ribuan tahun.
Pada
suku Toraja yang juga satu garis keturunan dengan orang Batak, mereka
yang masih animis juga menganut animisme yang monoteistik, dengan
sesembahan tunggal Puang Matua.
(Predikat “puang” diberikan pada sosok yang patut dihormati. “Matua”
artinya yang terhormat. Puang Matua dapat diartikan sebagai Dia yang
mulia).
Pada
suku Batak kuno, kata “puang” sama maknanya dengan “puang” pada suku
Toraja sekarang. Tetapi dalam perjalanan waktu panjang, sekarang ini
kata tsb telah berubah makna yaitu lebih menyiratkan keakraban).
Tambahan.
Adalah satu tradisi pada bangsa Israel
kuno tidak menguburkan mayat anggota keluarga yang meninggal, melainkan
meletakkannya dalam sebuat tombe yang berupa liang batu yang dibuat
melalui pahatan. Lihatlah kesamaannya dengan mayat Yesus Kristus yang
diletakkan dalam tombe milik Yusuf dari Arimatea. Budaya ini tidak
terdapat pada suku Batak. Mungkin karena di Tapanuli tidak terdapat lime
stone atau sejenisnya yaitu batu lunak yang mudah dilubangi seperti
batu cadas.
Namun suku Toraja masih melekat teguh pada tradisi seperti ini hingga sekarang. Hal ini berguna untuk diutarakan untuk menambah bukti-bukti bahwa suku Batak yang masih berkerabat dengan suku Toraja, sangat bisa jadi adalah keturunan Israel yang sudah lama terpisah dan hilang.
Saya
cukupkan saja dulu hingga disitu, karena terlalu letih untuk
membeberkan semua, termasuk indikasi-indikasi lemah yang banyak
jumlahnya.
Jika
data yang diatas itu saja dibawa kepada ahli statestik, yang tentu akan
mempertimbangkan semua aspek-aspek lain yang terkait kedalamnya,
simililaritasnya dengan tradisi bangsa Israel kuno dengan bukti autentik
tertulis dalam Alkitab, informasi sejarah sekuler, tradisi Semitik yang
ada hingga sekarang, serta kesamaan tradisi itu pada suku Batak setelah
kurun waktu kurang lebih 3000 tahun, angka perbandingan
untuk mengatakan bahwa suku Batak bukan keturunan Israel mungkin 1 :
1,000,000 bahkan bisa jadi lebih.
Barangkali ada diantara saudara-saudara yang dapat menambahkan.
Sekian dulu.