Setelah
ada ijin dari pihak Sidauruk maka pada Tanggal 28-30 Juni 2001
diadakanlah gondang dipulau malau sebagai tanda bahwa pulau malau telah
kembali sekaligus mempersatukan keturunan orang tuanya Guru Tatea
Bulan/Sibaso Bolon. Semua keturunan iboto Nantinjo hadir dalam acara
tersebut, bahkan hadir hasorangan yang jumlahnya delapan belas orang
yang membawakan nama Nantinjo datang pada saat itu.
Ketika acara sudah dimulai hasorangan yang membawakan
Nantinjo mulai kesurupan satu-persatu, namun namboru Nantinjo yang
sebenarnya belum datang. Diperkirakan ia sedang memantau apa saja yang
dikatakan oleh orang -orang yang mengaku sebagai hasorangannya, karena
jikalau benar sebagai hasorangan, Nantinjo harus tau apa yang dikatakan
serta apa yang harus diperbuat dalam acara tersebut. Begitu hebatnya
perdebatan yang terjadi pada saat itu antara yang mengaku hasorangan
Nantinjo dengan keturunan iboto Nantinjo, akhirnya Nantinjo datang
melalui nai Hotni. Ia mengumpulkan orang -orang yang mengaku sebagai
hasorangan Nantinjo, dia mengatakan “bahwa mereka adalah sebahagian yang
membawa tas (hajut) serta pengawal Nantinjo. kemudian Nantinjo meminta
mereka semua menangis di hadapan yang hadir di acara tersebut.
Semua yang mengaku hasorangan Nantinjopun menangis,
lalu Nantinjo menyuruh panuturinya (penterjemah) ama nihotni untuk
mempersiapkan napuran (debban) untuk dibagi-bagikan kepada mereka
sebagai upah. Tanpa sepengetahuan keturunan ibotonya, Nantinjo melakukan
semua itu kepada orang-orang yang mengaku hasorangannya dengan tujuan
supaya keturunan ibotonya itu mengetahui siapa sebenarnya yang
dipilihnya menjadi hasorangannya dan sebagai tambahan yang sangat
renting. Untuk menambah pengetahuan para pembaca bahwa tikar tempat
duduk namboru Nantinjo harus tiga lapis yang mempunyai arti
bahwa namboru Nantinjo sudah menjalani Banua Toru (tenggelam didanau
toba) Banua Tonga (semasa hidupnya) dan Banua Gijang (menghadap Yang
Kuasa).
Tujuan mulia yang dilakukan Nantinjo kepada keturunan
ibotonya, ternyata disalahartikan oleh keturunan ibotonya. Pulau malau
yang seharusnya sudah kembali kepada si pemilik menjadi permasalahan
kembali karena pihak sidauruk tidak mau lagi memberikan surat-surat
pulau malau karena keturunan iboto Nantinjo. bahkan kabarnya sebahagian
pihak malau saat ini berusaha agar hasorangan namboru nantinjo harus
boru malau.
Berbagai cara dilakukan malau yang ada di simanindo
untuk menggagalkan kembalinya pulau malau, yang seharusnya sesuai dengan
janji atau sumpah kakeknya ketika melihat pulau malau pertama kali
harus mereka laksanakan. Kita saja kalau makam orang tua kita diserobot
orang kita pastilah marah. Mengapa pulau malau sebagai pertanda dari
leluhur kita tidak kita rawat sebaik mungkin, malah saat ini justru
orang lain yang memilikinya. Tidak tertutup kemungkinan hal ini yang
membuat keturunan Oppu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon semakin susah
hidupnya. Pernahkah kita menyadari hal ini. Hal ini juga yang membuat
namboru Nantinjo setengah hati untuk membantu keturunan dari ibotonya
karena Nantinjo merasa sedih kita keturunan ibotonya membiarkan
sibuk-sibuk (daging) namboru kita dikuasai orang lain.
Tidak tertutup kemungkinan semakin menderita
kehidupan masyarakat Batak disekitar Danau Toba serta pulau samosir saat
ini disebabkan Pulau malau dikuasai marga Sidauruk serta kurangnya
perhormatan yang kita lakukan terhadap leluhur. Coba kita kilas balik ke
belakang, zaman Nahum Situmorang almarhum, beliau sampai berani
menciptakan lagu pulau Samosir yang terkenal dengan kacangnya serta
padinya, Tao Toba, Parapat sebagai Kota turis. Sekarang apa yang kita
lihat tidak ada perkembangan bahkan dapat kita katakan lagu-Iagu ciptaan
Bang Nahum Situmorang untuk saat ini tidak berlaku lagi melihat kondisi
pulau samosir dan Danau Toba, coba kita renungkan dan kita benahi.
Pesta Mempersatukan Keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon Mangkaroani Air Batu Sawan Ompu Raja Uti
Tanggal 17-18-19 Juni 2002
Pada Tanggal 17-19 Juni 2002 namboru Nantinjo
mengadakan gondang selama tiga hari-tiga malam untuk mempersatukan
keturunan abangnya didesaParik Sabungan Limbong Sianjur Mula-mula.
Sesuai dengan adat yang telah berlaku. Undangan yang telah disebarkan
kepada keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dengan Pemerintah
setempat Bupati, Camat, Kepala Desa serta Raja Adat turut menghadiri
acara tersebut.
Dalam acara tersebut keturunan Ompu Guru Tatea
Bulan/Sibaso Bolon memberikan kenang-kenangan berupa Ulos Batak kepada
robongan Bupatibeserta jajarannya serta memberikan buku sejarah Nyi Roro
Kidul yang menceritakan bahwa dia adalah Putri sulung dari Raja Batak,
Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon yang bernama Biding Laut. Selanjutnya
Bupati memberikan bantuan sebagai tanda turut berpartisipasi. Pada malam
harinya yang hadir meminta kepada nai Hotni boru Sagala untuk memanggil
namboru Nantinjo untuk bercerita kepada keturunan abangnya.
Setelah acara ritual dilaksanakan namboru Nantinjo
datang dan bercerita bahwa abangnya Saribu Raja dan Lau Raja telah
kembali ke kampung halamannya karena keturunannya telah bersatu hati.
Katanya “ Ia sangat bahagia melihat abangnya telah melihat kalian telah
bersatu”. Keturunan abangnya pun mengucapkan terima kasih kepada namboru
meminta kepada Oppung agar memberkati kami keturunannya.
Keesokannya, dipagi hari, tanpa sepengetahuan
seorangpun melalui hasorangannya A. Raja Limbong dari sidikkalang Oppu
Raja Uti datang dan menceritakan kegembiraan serta kebahagiannya melihat
keturunannya telah bersatu.